Buku...Dicela...Dicinta...
Coba ketik kata “buku” di search engine, pasti bakal banyak banget
result yang keluar, mulai dari toko buku online, klub buku, buku baru,
penulis buku sampai buku yang dilarang, dibakar atau dibredel.
Secara gak sadar buku sudah menjadi bagian dari keseharian kita,
bermacam-macam klub buku sesuai genrenya, banyak blog-blog yang mereview
buku, dan betapa sekarang penulis sudah menjadi profesi yang tidak
dipandang sebelah mata dan punya tempat istimewa di masyarakat.
Buku sendiri pasti merupakan hasil pemikiran penulisnya, banyak
tenaga, pikiran dan waktu yang dihabiskan untuk membuat satu judul buku.
Saya sendiri pernah ngalamin betapa capeknya untuk membuat satu cerita
bersambung, yang menurut saya jadi masterpiece jaman SMP, cerita
petualangan ala Enid Blyton gituuu….hehehehe.
Tidak pernah gampang untuk membuat satu judul buku, makanya saya suka miris ketika ada pembredelan atau pembakaran buku.
Kalau gak salah saya ingat Irshad Manji, aktivis Islam Liberal
keturunan India Mesir salah satu penulis yang mengalami banyak
penolakan. Memang pemikiran yang dia bawa agak belok dari pemahaman yang
sudah lama dianut oleh muslim.
Sah-sah saja ketika ada pemikiran yang terlihat “baru” dan
kontradiksi pasti menimbulkan pro dan kontra. Tetapi apakah hal tersebut
harus ditindaklanjuti dengan pembredelan buku??? bahkan ketika dia mau
diskusi buku di Yogyakarta, sekelompok oknum aktivis Islam (katanya)
melakukan penyerangan dan pemukulan ketika diskusi baru mau dimulai.
Yang jadi pertanyaan buat saya, kenapa tidak kita beradu pemikiran
daripada beradu fisik. Kenapa kita tidak bisa menunjukan
ketidaksepahaman kita dengan cara yang lebih elegan. Karena buah akal
dengan buah fisik akan lebih kekal buah pemikiran (kalo menurut saya
loohhh)
Ada juga pembakaran buku terbitan
Gramedia, karangan teologis Douglas Michael, yang judulnya “5 Negara
Paling berpengaruh di Dunia”. Pembakaran dan sweeping buku itu di Toko
Buku dilakukan karena ada satu tafsiran penulis yang dianggap menghina
Nabi Muhammad SAW.
Sekali lagi,kenapa kita tidak menandingkan buah akal dengan buah akal
lagi. Toh dengan pembakaran buku, hanya fisik buku itu saja yang mati,
tetapi pemikirannya akan tetap ada, hidup dan mungkin berkembang.
Kalo dicermati dengan seksama, banyak buku-buku yang dulunya dilarang
beredar, menjadi buku-buku yang akan sangat dicari di kemudian hari.
Karena memang pemikiran tidak pernah mati.
Jadi kenapa harus bakar buku???
Comments
Post a Comment